Pelayanan kesehatan yang baik sangat dibutuhkan sebagai pondasi utama dalam menciptakan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Ketersediaan pelayanan kesehatan yang memadai tidak hanya berpengaruh pada kesejahteraan individu, akan tetapi juga pada kemajuan sosial dan ekonomi suatu bangsa. Rumah Sakit merupakan salah satu institusi penting dalam sistem pelayanan kesehatan yang berperan langsung dalam memberikan layanan medis kepada masyarakat (Pemerintah Republik Indonesia, 2021). Sebagai pusat pelayanan kesehatan rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas, pelayanan yang baik di rumah sakit tidak hanya berdampak pada kesembuhan pasien, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan. Salah satu tenaga medis yang berperan aktif dalam pelayanan adalah perekam medis. Tugas perekam medis di suatu instansi pelayanan kesehatan yaitu mengelola dan menyimpan dokumen rekam medis. Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 24 Tahun 2022 Rekam Medis adalah dokumen yang berisikan data identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Kualitas pelayanan rumah sakit juga dapat ditinjau dalam penentuan kode diagnosis yang tepat. Dengan 1 2 kode diagnosis yang tepat, data pasien dapat tercatat secara akurat dan dapat memudahkan dalam pencarian informasi data pasien. Coding merupakan salah satu bagian dalam unit rekam medis yang bertugas memberikan kode dengan menggunakan huruf, angka, atau kombinasi keduanya yang merepresentasikan diagnosis yang tercantum. Pemberian kode harus berdasarkan standar klasifikasi dengan menggunakan International Classification of Diseases and Related Health Problems, Tenth Revision (ICD-10) untuk kode penyakit dan International Classification of Diseases, 9th Revision, Clinical Modification (ICD-9 CM) untuk kode tindakan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 312 Tahun 2020 Tentang Standar Dan Profesi Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan, disebutkan bahwa petugas perekam medis khususnya pemberi kode (coder) harus mampu memahami konsep kodifikasi penyakit yaitu bertanggungjawab dalam pemberian kode diagnosis dan pemilihan kode yang sesuai. Diagnosis utama sangat diperlukan dalam indikator status kesehatan, mutu, dan cakupan pelayanan sistem kesehatan masyarakat yang berkembang, agar mendapatkan hal tersebut maka diperlukan ketepatan pengodean pada diagnosis penyakit, khususnya pada diagnosis neoplasma. Neoplasma merupakan pertumbuhan abnormal sel-sel yang membentuk jaringan baru di tubuh. Salah satu dari jenis neoplasma yaitu neoplasm of breast. Kanker payudara adalah jenis penyakit kanker yang perkembangannya cepat karena status kanker dari stadium 1 hingga tidak tertolong hanya membutuhkan waktu sekitar satu tahun (Savitri dkk, 2015). Untuk pengodean 3 neoplasma harus memperhatikan kode topografi dan morfologi. Pengisian kode morfologi sangat penting untuk mengetahui stadium dari neoplasma sehingga bisa menentukan pelayanan yang harus diberikan kepada pasien penderita neoplasma. Penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia dengan jumlah 9,6 juta kematian per tahun. Menurut International Agency for Research on Cancer Tahun 2022 dari World Health Organization (WHO) tercatat total kasus kanker payudara di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 66.271 kasus dari 400.820 total kasus. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi kanker di Indonesia cukup tinggi, yaitu 1,2 per 1000 penduduk. Nilai tersebut diperoleh dari survey terhadap 877.531 penduduk yang tersebar di 38 provinsi (Dwi Puspasari, 2023). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harmanto dan Herisandi (2022), menyatakan bahwa dari 276 berkas rekam medis diagnosis neoplasma pada kode topografi terdapat 77 (28%) kode topografi tidak di isi dengan tepat, dengan rincian berjumlah 59 (21%) kesalahan dalam penetapan kode digit ke-4 dan berjumlah 16 (6%) hanya sampai digit ke-3 serta berjumlah 2 (1%) kesalahan dalam penetapan kode digit ke-1, digit ke-2, digit ke-3 dan digit ke-4. Berdasarkan 276 berkas rekam medis diagosa neoplasma pada kode morfologi terdapat 267 (97%) kode morfologi tidak diisi dengan tepat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kamalia dan Indawati (2024), menyatakan bahwa berdasarkan 96 dokumen rekam medis penyakit neoplasma pasien rawat inap di RSIJ Cempaka Putih pada tahun 2022 terdapat 4 54 (56,25%) kode tepat kode topografi dan 42 (43,75%) kode tidak tepat kode topografi yang sesuai dengan kaidah penggunaan ICD-10. Selain kode topografi, dalam memberikan kode pada kasus neoplasma harus menyertakan kode morfologi. Namun, RSIJ Cempaka Putih belum menyertakan kode morfologi dikarenakan tidak tersedianya formulir hasil laboratorium PA di beberapa rekam medis pasien. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta merupakan salah satu rumah sakit rujukan tipe A, rumah sakit Pendidikan tipe A, di wilayah Jawa Tengah. Dari semua fasilitas yang tersedia di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta untuk menunjang pelayanan kesehatan ada hal yang tidak kalah penting yaitu pelayanan rekam medisnya, karena rekam medis adalah bagian dari jantung rumah sakit. Semua informasi yang diperoleh dari pelayanan lain kemudian akan dicatat dan didokumentasikan di rekam medis. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta memiliki 75 petugas rekam medis yang sudah berpendidikan minimal D3 Rekam Medis. Gambaran mengenai nilai efisiensi pelayanan rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2024 yaitu Bed Occupancy Rate (BOR) 89,79, Length Of Stay (LOS) 3,68, Turn Over Interval (TOI) 62,99, Bed Turn Over (BTO) 5,13, Net Death Rate (NDR) 43,31, Gross Death Rate (GDR) 69,17. Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2024 tercatat bahwa pasien rawat jalan dengan kasus malignant neoplasm of breast sejumlah 25.053 pasien dan jumlah pasien rawat inap dengan kasus neoplasm of breast sejumlah 1896.