Permasalahan kesehatan akibat kanker pada anak menjadi masalah global akibat peningkatan jumlah kasus baru dan kematian pada anak-anak berusia 0-14 tahun. American Cancer Society memprediksikan jumlah kasus leukemia baru dan kematian akibat leukemia pada tahun 2024 adalah sebanyak 62.770 kasus dan 23.670 kematian (Siegel, Giaquinto dan Jemal, 2024). Leukemia akut dengan angka prevalensi tinggi pada anak, yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA). Di Indonesia, LLA merupakan kanker dengan angka kejadian terbanyak dengan angka insidensi total sebesar 2,5 - 4,0 per 100.000 anak (Wolley et al., 2016). Perkembangan sel kanker pada anak cukup cepat sehingga dapat membuat anak jatuh sakit lebih cepat. Di negara maju, angka keberhasilan terapi dapat menyentuh angka 80%. Akan tetapi, hanya terdapat kurang dari 30% pasien kanker anak yang sembuh di negara berkembang. Indonesia yang merupakan negara berkembang mengalami tingginya angka kematian akibat angka keberhasilan terapi yang rendah. Salah satu indikator pengukur angka keberhasilan terapi adalah 5-year survival rate. Nilai 5-year survival rate LLA di Indonesia adalah 28,9% untuk Rumah Sakit Kanker Dharmais dan 31,8% untuk Rumah Sakit Sardjito. Angka tersebut lebih rendah daripada negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia (69,4%) dan Thailand (55,1%) (Perdana, Saputra dan Aisyi, 2020). Salah satu faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan terapi adalah jenis terapi yang disesuaikan dengan stratifikasi risiko penyakit LLA (risk-adapted therapy) yang dibedakan menjadi dua, yaitu risiko standar dan risiko tinggi. Hasil keluaran terapi dengan menggunakan risk-adapted therapy terbukti memiliki hasil yang optimal, yaitu event-free dan overall survival (OS) mencapai angka 87,3% dan 93,5% (Pui et al., 2015). Angka
event-free dalam satu tahun untuk risiko standar dan risiko tinggi adalah 64% dan 18%, sedangkan angka overall survival-nya adalah 54% dan 29% (Ramadhan et al., 2024). Terapi LLA terdiri dari tiga fase, yaitu fase induksi, konsolidasi, dan pemeliharaan. Fase terapi yang terakhir adalah fase pemeliharaan. Fase pemeliharaan pada risiko standar dilakukan selama 93 minggu, sedangkan fase pemeliharaan pada risiko tinggi dilakukan selama 95 minggu. Pada fase pemeliharaan, pasien LLA memiliki hasil klinis dan laboratorium yang lebih baik daripada fase kemoterapi lainnya karena sistem kekebalan tubuh pasien LLA sedang mengalami proses pemulihan (Yin et al., 2023). Fase pemeliharaan yang berlangsung panjang dan ketat dapat memengaruhi kondisi psikis pada pasien LLA. Aspek kesehatan emosional mencakup rasa takut, sedih, marah, dan tidak berdaya. Hal ini diindikasikan dengan adanya penurunan self esteem sehingga dapat bermanifestasi menjadi gangguan mental, salah satunya adalah depresi. Berdasarkan beberapa teori yang telah dijelaskan serta sedikitnya penelitian terkait pasien LLA anak pada fase pemeliharaan yang membahas tentang hubungan stratifikasi risiko dan tingkat depresi, penulis tertarik dalam melakukan melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara stratifikasi risiko dengan tingkat depresi pada pasien anak leukemia limfoblastik akut fase pemeliharaan.