Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah pertumbuhan abnormal selsel jaringan tubuh yang terjadi di serviks. Serviks adalah bagian tubuh yang menghubungkan uterus dengan vagina. Terdapat dua tipe sel yang melapisi serviks yaitu sel glandular dan sel skuamous, kedua sel ini akan bertemu di zona transformasi. Seiring pertambahan usia dan setelah seorang perempuan melahirkan, lokasi zona transformasi akan berubah. Pada sebagian kasus, kanker serviks berasal di zona transformasi. Sebanyak 90% insidensi dan mortalitas akibat kanker seviks terjadi pada Negara yang memiliki tingkat pendapatan menengah-kebawah yang kurang terorganisir dalam melakukan program skrining dan vaksinasi HPV. Berdasarkan data GLOBOCAN tahun 2022, di Indonesia, kanker serviks menduduki urutan ketiga sebagai kanker yang memiliki insidensi paling tinggi. Terdapat 36.964 kasus baru terdiagnosis kanker serviks atau 9% dari total kasus kanker baru sebanyak 408.661. Kanker serviks juga menempati urutan keempat sebagai kanker dengan tingkat mortalitas paling tinggi, terdapat 20.708 (8,5%) kematian akibat kanker serviks dari total 242.988 kematian akibat kanker (Ferlay et al., 2024). Pada sebagian besar kasus, kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) persisten yang ditularkan melalui kulit dan mukosa membran ketika melakukan aktivitas seksual. Kanker tidak terjadi secara tiba-tiba, sel yang normal secara perlahan akan berubah menjadi prekanker dan selanjutnya berkembang menjadi kanker. Tubuh memiliki sistem pertahanan yaitu sistem kekebalan tubuh yang dapat menyerang HPV ketika terjadi infeksi primer, tetapi infeksi HPV yang tidak teratasi dan terjadi infeksi secara terus menerus dapat membuat perubahan sel prekanker epitel skuamousa di serviks menjadi neoplasia intraepitel serviks. HPV memiliki protein yang dapat membuat sel mengalami
perubahan diplastik, hal tersebut membuat lesi prekanker berkembang menjadi kanker serviks. Terdapat faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami kanker serviks yaitu melakukan hubungan seksual sebelum usia 20 tahun, sering berganti pasangan seksual, melakukan hubungan seksual dengan pria yang sering berganti pasangan seksual, merokok secara aktif maupun pasif, melahirkan banyak anak, dan immunocompromised. Selain faktor risiko tersebut, jumlah paritas yang tinggi dikaitkan dengan meningkatnya risiko mengalami kanker serviks. Wanita yang telah melahirkan lebih dari 2 kali lebih berisiko mengalami kanker serviks dibandingkan wanita yang belum pernah melahirkan di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya (Putri et al., 2019). Wanita dengan tujuh riwayat paritas memiliki risiko empat kali lipat dibandingkan wanita nullipara, dan wanita yang memiliki satu atau dua kali riwayat paritas memiliki risiko dua kali lipat dibandingkan nullipara (Hoffman et al., 2016). Wanita dengan jumlah paritas 4 memiliki hubungan yang lebih tinggi dengan lesi prekanker serviks (Ashar et al., 2020). Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya promotif dan preventif, salah satunya dengan melakukan pemberian imunisasi HPV berskala nasional secara gratis kepada anak perempuan usia 11 tahun sebagai bentuk pencegahan terhadap kanker serviks. Kanker serviks dapat dideteksi dini melalui skrinning dengan metode IVA, PAP smear, DNA-HPV, dan biopsi. Kanker serviks stadium awal yang terdeteksi sejak dini dapat dicegah perkembangannya menjadi karsinoma invasif melalui monitoring dan intervensi medis. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara jumlah paritas dengan kejadian kanker serviks. Terdapat penelitian terdahulu mengenai hubungan jumlah paritas dengan kanker serviks, akan tetapi perbedaan letak geografis membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik tersebut. Dengan mengetahui salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks, diharapkan dapat mengurangi insidensi kanker serviks melalui tindakan promotif dan preventif.