Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu isu kesehatan kritis dalam bidang obstetri, karena dapat memicu berbagai komplikasi berbahaya bagi ibu dan bayi. Risiko infeksi pada ibu dan bayi meningkat secara signifikan akibat KPD, yang juga dapat menyebabkan kesakitan dan kematian pada keduanya. Selain itu, KPD juga dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan ibu, serta mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan janin dalam kandungan. Salah satu peran vital ketuban adalah berfungsi sebagai barier antara lingkungan eksternal dan ruang dalam uterus, sehingga mengurangi risiko infeksi. Ketuban pecah dini (KPD) adalah suatu kondisi patologis yang terjadi ketika ketuban robek sebelum waktu persalinan yang seharusnya, yaitu sebelum proses persalinan. KPD biasanya ditandai dengan keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah umur kehamilan berusia 22 minggu. Jika KPD terjadi sebelum proses persalinan, maka dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang berbahaya bagi ibu dan bayi. Dalam konteks kesehatan di Indonesia, KPD dapat meningkatkan masalah kesehatan, karena dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang berbahaya bagi ibu dan bayi. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan yang ketat pada wanita yang berisiko tinggi untuk mengalami KPD, serta melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah dan mengatasi KPD. Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2019, angka kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) di dunia masih menjadi salah satu penyebab kematian ibu yang paling umum, yaitu sebanyak 45-55% dari angka kematian ibu, yang berarti sebanyak 295.000 jiwa kehilangan nyawa akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, situasi ini masih menjadi perhatian. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, Indonesia masih memiliki angka kematian ibu tertinggi di kawasan ASEAN, dengan rasio 177 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2020, dengan rasio 140 kematian per 100.000 kelahiran hidup, masih diperlukan upaya yang lebih keras untuk mengurangi angka kematian ibu di Indonesia. Faktor-faktor yang menyebabkan kematian ibu terkait kehamilan dan persalinan sangat kompleks, namun beberapa penyebab utama yang paling sering terjadi adalah perdarahan (30%), sindrom preeklamsia dan eklamsia (25%), infeksi (12%), persalinan yang lama (6%), dan abortus (6%). Ketiga komplikasi terakhir, yakni perdarahan, infeksi, dan persalinan yang lama, dapat dipicu oleh ketuban pecah dini (KPD), yang berpotensi menyebabkan kematian ibu dan bayi. Insidensi KPD sendiri berkisar antara 5-15% dari semua kelahiran, dengan risiko yang lebih tinggi pada kehamilan aterm (10-12%) dan kehamilan preterm (2-3%). Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan yang ketat pada wanita yang berisiko tinggi untuk mengalami KPD, serta melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah dan mengatasi KPD, seperti melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) secara rutin, memantau tekanan darah, dan melakukan persalinan yang aman dan terkendali. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2020), Provinsi Jawa Tengah memiliki presentase kejadian ketuban pecah dini (KPD) yang cukup tinggi, yaitu sebanyak 73,4% pada tahun 2018. Data lebih lanjut menunjukkan bahwa jumlah kejadian KPD di Jawa Tengah mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahunnya, dari 1.456 kasus pada tahun 2018, menjadi 1.812 kasus pada tahun 2019, dan meningkat lagi menjadi 2.234 kasus pada tahun 2020. Demikian pula di Kota Surakarta, jumlah kejadian KPD juga mengalami peningkatan, dari 145 kasus pada tahun 2018, menjadi 213 kasus pada tahun 2019, dan meningkat lagi menjadi 281 kasus pada tahun 2020. Data ini menunjukkan bahwa kejadian KPD di Provinsi Jawa Tengah dan Kota Surakarta mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahunnya. Lebih lanjut, data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2021) menunjukkan bahwa terdapat 542 kasus persalinan dengan KPD di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dari Januari 2020 hingga Juli 2021, yang menunjukkan bahwa KPD masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang perlu diwaspadai di daerah tersebut.