Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis. Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi menjadi daerah endemik dari berbagai penyakit infeksi yang dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat setiap saat. Salah satu penyakit infeksi itu adalah ISPA (Dewi et al., 2020). Infeksi Saluran Pernapasan Atas atau biasa disebut ISPA adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus di organ saluran pernapasan yang dapat memicu adanya gangguan aktivitas pernapasan normal pada individu. ISPA merupakan salah satu gangguan kesehatan umum yang sering terjadi pada masyarakat baik anak-anak maupun orang dewasa. ISPA termasuk kedalam penyakit menular sehingga dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit. Penyakit ISPA ditimbulkan oleh patogen virus diantaranya virus influenza, rhinovirus, virus parainfluenza, dan respiratory syncytical serotypes (RSV) (A. E. Putri & Yuniarni, 2023). Menurut Irma Rahayu (2018) dalam kutipan (R. J. Putri et al., 2021) Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah suatu masalah kesehatan yang sangat serius baik di dunia maupun di Indonesia. Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian Sebanyak 36,4% kematian pada tahun 2008; (32,1%) pada tahun 2009; (18,2%) pada tahun 2010; (38,8%) pada tahun 2011 disebabkan karena ISPA. Di Indonesia kasus ISPA menjadi penyebab kematian yang besar, dimana dari data RISKESDAS tahun 2018 menyatakan bahwa kasus ISPA mencapai 1.017.290 kasus dimana usia 12 tahun ke bawah menempati peringkat tertinggi yang mengalami ISPA yaitu 182.338 kasus. Kasus ISPA di Sulawesi Utara mencapai 9.542 kasus, sedangkan kasus ISPA di kota Manado menurut profil kesehatan tahun 2017 menempati peringkat pertama 10 penyakit terbanyak di kota Manado dengan persentase 35,32 % (Runtu et al., 2020). Disisi lain, untuk mengidentifikasi penyebab ISPA dibutuhkan waktu beberapa hari sehingga terapi empirik yang dilakukan dengan pemberian antibiotik. Kondisi ini memungkinkan terjadinya ketidaktepatan dalam pemilihan antibiotik pada pasien ISPA. Oleh karena itu, pemberian antibiotik serta evaluasi rasionalitas yang tepat pada ISPA menjadi sangat penting. Menurut Hadi (2009) dalam kutipan buku pedoman penggunaan antibiotik, antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada indikasi. Peresepan antibiotik dalam pelayanan kesehatan yang cukup tinggi dan kurang tepat dapat menimbulkan meningkatnya resiko terhadap keamanan pasien diantaranya, penggunaan antibiotika yang tidak perlu atau berlebihan yang dapat mendorong berkembangnya resisten dan multiple resisten terhadap bakteri tertentu yang dapat menyebar melalui infeksi silang (Angin et al.,2021).Berdasarkan hasil penelitian dari Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien ISPA Non-Pneumonia Anak Rawat Jalan di RSUD Kota Tangerang Selatan oleh Nurwulan Adi Ismoyo, bahwa dalam penelitiannya, dari 130 pasien sebanyak 63 pasien dikatakan sudah rasional berdasarkan kriteria yang sudah tercantum dalam metode Gyssens yaitu kriteria antibiotik rasional (kategori 0). Selanjutnya terdapat 54 (41,5%) kasus penggunaan antibiotik tidak tepat dosis (kategori IIA), kemudian terdapat 8 (6,2%) kasus penggunaan antibiotik terlalu lama (kategori IIIA), dan terdapat 5 (3,8%) kasus ada antibiotik yang lebih efektif untuk pasien (kategori IVA) (Ismaya, 2016).Penelitian sebelumnya telah memberikan gambaran mengenai tingkat rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan diagnosis ISPA di RSUD Kota Tangerang Selatan menggunakan metode gyssens. Pada penelitian sebelumnya menggunakan anak-anak sebagai responden, maka pada penelitian ini menggunakan responden anak-anak sampai lansia. Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Moewardi Surakarta sebagai rumah sakit rujukan di Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada tingginya prevalensi ISPA di wilayah Jawa Tengah dan pentingnya rumah sakit dalam memastikan penggunaan antibiotik secara rasionalitas. Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan evaluasi antibiotik secara terus menerus untuk meningkatkan rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik yang meliputi, tepatindikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat lama pemberian pada pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan data empiris yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan