Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang dikenal di dunia internasional dengan nama lain Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan salah satu penyakit yang terjadi pada sistem pernapasan dengan gejala khas sesak napas dan sekresi berlebih pada jalan napas. (GOLD, 2020) menjelaskan bahwa PPOK merupakan penyakit dengan kelainan pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh paparan gas berbahaya maupun pertumbuhan paru abnormal yang menyebabkan terjadinya gejala sesak napas secara persisten. PPOK merupakan golongan penyakit tidak menular yang menjadi permasalahan pada zaman modern ini dan akan terus bertambah jumlah pengidapnya. Global Initiative For The Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) memprediksi banyaknya orang yang tidak menyadari bahwa dirinya berpotensi terjangkit PPOK menyebabkan peningkatan angka pasien terdiagnosis PPOK yang diperkirakan akan terus bertambah selama 40 tahun ke depan dan pada tahun 2060 angka kematian akibat PPOK akan mencapai lebih dari 5,4 juta setiap tahunnya. pendapat ini didukung dengan temuan WHO yang memberikan PPOK sebagai peringkat ketiga penyakit penyebab kematian di seluruh dunia dibuktikan dengan angka kematian lebih dari 3 juta pada tahun 2019 (WHO, 2023).
PPOK menyebabkan kematian hampir 90% pada usia di bawah 70 tahun di negara dengan penghasilan menengah hingga ke bawah (WHO, 2023). Indonesia merupakan negara dengan penghasilan menengah yang juga memprioritaskan penanganan pada PPOK namun hingga kini prevalensi angka kejadian PPOK masih meningkat. Angka prevalensi PPOK meningkat 6,1% dari tahun 2013, Papua menempati peringkat pertama sebagai provinsi dengan angka prevalensi tertinggi yaitu 12,5% di urutan kedua ditempati provinsi maluku dengan angka prevalensi 11,3%, sedangkan angka prevalensi terendah terletak pada wilayah provinsi DIY dengan angka kesakitan sebanyak 4,5% (Kemenkes RI, 2018) Dinas kesehatan provinsi Jawa Tengah melaporkan proporsi angka kejadian PPOK pada tahun 2022 sebanyak 0,9%, angka kejadian ini menurun dari tahun sebelumnya yang dilaporkan pada tahun 2021 angka kejadian kasus baru PPOK di Jawa Tengah sebanyak 1% (Dinkes Jawa Tengah, 2022). Pemerintah kota Surakarta melaporkan tercatat lebih dari 3.000 orang didiagnosa mengalami PPOK (Dinkes Surakarta, 2022). Hasil studi pendahuluan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 16 Oktober 2024 diketahui bahwa total pasien PPOK pada tahun 2023 sebanyak 452 pasien, pada bulan Januari hingga September 2024 sebanyak 406 pasien dan khususnya pada bulan September tercatat sebanyak 48 pasien yang melakukan pengobatan. Penanganan yang diberikan kepada pasien PPOK di RSUD Dr. Moewardi Surakarta berupa pemberian terapi farmakologis, non farmakologis, serta edukasi kesehatan mengenai pengobatan lanjutan dan pencegahan kekambuhan penyakit. Hingga saat ini belum ada penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta mengenai pengaruh kombinasi latihan batuk efektif dan pursed lips breathing terhadap tingkat saturasi oksigen pasien PPOK. Pasien PPOK memiliki beberapa tanda gejala yang sangat khas yaitu sesak napas, batuk kronis dengan atau tanpa disertai dahak dan diikuti oleh penurunan saturasi oksigen. Sejalan dengan pendapat (Nixson, 2018) yang memaparkan tanda gejala yang dapat dijumpai pada pasien PPOK meliputi sesak napas, batuk kronis, kelemahan badan, penggunaan otot bantu pernapasan, serta adanya bunyi suara nafas tambahan berupa wheezing atau ronkhi. Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan PPOK ini tentunya berkaitan dengan gangguan pada sistem pernapasan yang menjadi salah satu kebutuhan utama pada setiap makhluk hidup. Upaya yang dapat diberikan perawat dalam mengurangi tanda dan gejala PPOK yaitu berupa terapi farmakologis dan terapi non-farmakologis. Terapi farmakologis yang dapat diberikan berupa pemberian golongan obat bronkodilator, inhalasi, antikolinergik, antiinflamasi, mukolitik, kortikosteroid, antibiotik, methyilxantine, dan obat lain (PDPI, 2023). Sedangkan (Doenges et al., 2018) dan (PDPI, 2023) memaparkan terapi non farmakologis yang dapat diberikan yaitu latihan pernapasan, latihan fisik, latihan batuk efektif, fisioterapi dada, kepatuhan mengonsumsi obat, berhenti merokok, vaksinasi, rehabilitasi paru, dan ketepatan penggunaan inhaler.
Penelitian ini membahas apakah latihan batuk efektif dan pursed lips breathing dapat mengurangi gejala sesak napas yang dibuktikan dengan tingkat nilai saturasi oksigen pasien PPOK. Menurut Santosa, (2019) batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar agar pasien dapat mengeluarkan dahak secara maksimal tanpa merasa kelelahan. Pursed lips breathing merupakan teknik latihan pernapasan yang menyinkronkan kerja otot perut dan dada dan mengatur ventilasi pasien agar lebih baik (PDPI, 2023). Hasil riset Nurmayanti et al., (2019) menemukan terdapat pengaruh batuk efektif terhadap peningkatan saturasi oksigen dalam darah pasien PPOK dengan nilai p value = 0.001 < 0.005. (Ndary et al., 2023) menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen pada pasien PPOK setelah diberikan tindakan pursed lips breathing dengan nilai p value = 0.0002 < a. Penulis mengharapkan kombinasi dari dua tindakan keperawatan ini dapat menjadi solusi yang praktis dan mudah diterapkan dalam meningkatkan saturasi oksigen pasien PPOK.