Di Indonesia, sekitar 10-15% pasangan usia subur mengalami infertilitas, hal tersebut dapat memberikan dampak secara medis namun juga dampak sosial yang signifikan. Pandangan budaya tentang infertilitas sebagai kegagalan seseorang, terutama wanita, yang dapat menimbulkan stigma negatif di masyarakat. Situasi tersebut dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan khususnya terkait kesuburan atau infertilitas, sehingga menimbulkan mitos dan sikap negatif terhadap pengobatan infertilitas (Emokpae & Brown, 2021; Bueno-s et al., 2024). Infertilitas juga berkontribusi terhadap masalah psikososial seperti stres, gangguan afektif, masalah pernikahan, dan isolasi sosial. Pengobatan infertilitas membutuhkan waktu yang lama dan tidak pasti (Doxsey et al., 2024; Sharma & Shrivastava, 2022). Wanita sering disalahkan atas permasalahan ketidaksuburan dalam suatu pernikahan di seluruh dunia (Taebi et al., 2021). Stigma tersebut menyebabkan banyak wanita mengalami masalah psikologis seperti depresi dan mencela diri sendiri (Luo et al., 2024). Permasalahan faktor wanita menjadi fokus pemeriksaan infertilitas meskipun faktor pria berkontribusi pada 50% kasus infertilitas di Amerika Serikat. Wanita di Pakistan sering disalahkan atas ketidaksuburan meskipun status kesuburan pasangannya tidak diketahui, karena masyarakat tidak memiliki pemahaman yang akurat tentang ketidaksuburan. Infertilitas pada pria tidak mendapat perhatian yang cukup, sebagaimana dibuktikan dengan kurangnya literatur dan media terkait masalah ini. Infertilitas menjadi suatu konstruksi sosial yang berfokus pada wanita karena mereka dianggap sebagai tempat hasil konsepsi dan kehamilan; laki-laki dianggap sebagai partisipan sekunder (Mushlih et al., 2023). Sebuah survei yang dilakukan di Indonesia mengungkapkan bahwa 93,4% partisipan yang tinggal di daerah perkotaan (Jakarta) menyatakan bahwa baik suami maupun istri harus dievaluasi untuk mengetahui infertilitasnya, sementara hanya 55,4% partisipan yang tinggal di daerah perdesaan (Sumba Timur) yang menyatakan bahwa baik suami maupun istri harus dievaluasi untuk mengetahui infertilitasnya. Pandangan terhadap infertilitas dan pilihan pengobatannya 2 cenderung serupa, meskipun terdapat perbedaan demografi antara kedua kelompok. Kedua kelompok menunjukkan tingkat pengetahuan yang rendah, sikap negatif, serta persepsi yang salah terkait infertilitas. Perceraian menjadi dampak yang serius, sering terjadi dalam hubungan pasangan yang mengalami infertilitas (Pekas?l & Ku?çu?kkaraca, 2024). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa edukasi yang komprehensif memilihi peranan penting bagi pasien infertilitas di Indonesia. Sebanyak 87% responden mengungkapkan kebutuhan akan informasi lebih lanjut, sementara tingkat pengetahuan mereka tentang penyebab dan pengobatan infertilitas masih rendah, yang semakin menegaskan urgensi terkait penelitian ini. Hal ini membutuhkan perpanjangan durasi konsultasi standar untuk memberikan waktu yang cukup untuk memberikan edukasi terkait infertilitas. (Berger et al., 2024). Edukasi pasien yang menyeluruh harus mencakup prioritas responden, seperti penyebab infertilitas, cara meningkatkan peluang kehamilan, dan langkah-langkah untuk meningkatkan kesuburan. Faktor -faktor yang dapat menjadi faktor penyebab terhadap kejadian infertilitas seperti infeksi menular seksual (IMS), merokok, dan usia harus ditekankan sebagai penyebab utama infertilitas. Media untuk sarana meningkatkan pengetahuan melalui media cerak tentang edukasi infertilitas yang sesuai, disarankan penggunaan bahasa yang mudah dipahami, penjelasan yang jelas tentang istilah medis, pemanfaatan gambar yang lebih banyak, serta penjelasan yang lebih baik tentang protokol diagnosis, prosedur pengobatan, dan cakupan pengetahuan terkait infertilitas (Harzif et al., 2019). Kesadaran akan fertilitas berkaitan dengan waktu untuk mencari pengobatan, etnis, dan tingkat pendidikan pasangan suami istri (Qu et al., 2024). Selain itu, sebuah studi juga menyatakan bahwa usia dapat mempengaruhi hubungan antara rasio pendapatan atau ekonomi suatu pasangan terhadap infertilitas (Chen et al., 2023). Kesadaran Kesuburan atau Fertility Awareness (FA) pada kelompok usia reproduksi umumnya kurang baik (Ojah & Pradhan, 2025). Infertilitas dikaitkan dengan dampak negatif yang signifikan terhadap kesejahteraan sosial dan psikologis pasangan suami istri (Malik et al., 2022). Penyampaian informasi mengenai infertilitas dan pengobatannya telah terbukti meningkatkan pengetahuan dan pehamahan terhadap infertititas dan sikap yang harus dilakukan 3 suatu pasangan untuk mencari pengobatan. Responden menganggap dokter spesialis obstetri dan ginekologi (OBSGYN) sebagai sumber informasi yang sangat dibutuhkan untuk menunjukkan pada pasien infertilitas terkait perlunya pengobatan segera pada suatu pasangan infertil (Harzif et al., 2019). Gaya hidup, tingkat ekonomi dan pendidikan dapat berpengaruh pada pengetahuan terkait infertilitas yang akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk menangani infertilitas. Pasien infertilitas di Indonesia mempunyai latar belakang beragam yang dapat berdampak pada keputusan tersebut. Peneliti tertarik melakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh latar belakang pasien khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan dan gaya hidup terhadap pengetahuan terkait infertilitas pada wanita infertil.