Sesuai UU RI No. 17 Tahun 2023, negara menjamin hak setiap warga negara untuk mewujudkan kehidupan yang baik, sehat, serta sejahtera lahir dan batin demi tercapainya tujuan nasional dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan di UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rumah sakit merupakan salah satu penyelenggara pelayanan publik di bidang kesehatan. Berdasar pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 340/MENKES/PER/III/2010 “Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat”. Rumah sakit sebagai salah satu pemberi layanan publik harus berorientasi pada kepuasan pasien. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator dari standar suatu rumah sakit serta merupakan ukuran mutu pelayanan (Dahliah et al., 2021). Kepuasan pasien muncul apabila harapan pasien telah sesuai dengan kinerja pelayanan rumah sakit. (Mukhtar et al., 2013) menyebutkan bahwa kepuasan pasien menunjukkan kebutuhan pasien, ekspektasi terhadap sistem kesehatan serta pengalaman terkait pelayanan kesehatan. Rumah sakit diharapkan memberikan layanan medis berkualitas tinggi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat karena pasien percaya bahwasanya hanya rumah sakit yang dapat menyembuhkan dan memulihkan keluhan dan rasa sakit mereka (Lestari & Nurcahyanto, 2017). Pelayanan rumah sakit harus berkualitas serta memenuhi 5 dimensi mutu utama meliputi tangibles (bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness (cepat tanggap), assurance (kepastian) serta empathy (empati) (Nurani et al., 2021). Faktor lain yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah status sosial demografi pasien, namun beberapa laporan terdahulu menunjukkan hasil yang inkonsisten. Penelitian Alrubaiee (2011) melaporkan jenis kelamin, umur, status pendidikan dan perkawinan pasien berpengaruh terhadap kepuasan pasien dimana pasien berjenis kelamin perempuan berumur >46 tahun dan tingkat pendidikan pasca sarjana lebih merasa puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Berdasar pada UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 1 Ayat (4), pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit. Pasien tidak akan berhenti sampai dengan proses penerimaan pelayanan, namun pasien akan mengevaluasi pelayanan yang diterimanya tersebut. Proses evaluasi pasien tersebut akan menghasilkan perasaan puas atau tidak puas. Rumah sakit dituntut untuk senantiasa memberikan pelayanan bermutu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan serta dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Puas atau tidaknya masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit secara langsung dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa layanan kesehatan. Penyedia layanan jasa kesehatan disini salah satunya adalah RSUD Dr. Moewardi Kota Surakarta. RSUD Dr. Moewardi terletak di Kota Surakarta dan dimiliki oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah. RSUD Dr. Moewardi ialah rumah sakit tipe A yang berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan bagi beberapa fakultas kedokteran. Visi RSUD Dr. Moewardi ialah sebagai rumah sakit terkemuka berkelas dunia. Misi RSUD Dr. Moewardi meliputi (1) menyediakan pelayanan kesehatan berbasis pada keunggulan sumber daya manusia, kecanggihan dan kecukupan alat serta profesionalisme manajemen pelayanan dan (2) menyediakan wahana pendidikan dan pelatihan kesehatan yang unggul berbasis pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang bersinergi dengan mutu pelayanan. Berlandaskan Peraturan Gubernur No. 93 Tahun 2008 tentang penjabaran tugas pokok, fungsi, dan tata kerja RSUD Dr. Moewardi Provinsi Jawa Tengah, RSUD Dr. Moewardi memiliki tugas pokok untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan upaya penyembuhan, pemulihan, peningkatan, pencegahan, pelayanan rujukan dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta pengabdian masyarakat. Untuk tetap bersaing dalam lingkungan global yang semakin ketat, perusahaan perlu menawarkan layanan kesehatan berkualitas tinggi dan fokus pada kepuasan pasien (Ngisom et al., 2012). Kualitas pelayanan adalah sebuah parameter dalam layanan kesehatan yang berfungsi sebagai salah satu elemen penentu reputasi lembaga penyedia layanan kesehatan di masyarakat. Apabila layanan kesehatan dapat memenuhi pedoman kesehatan dan dapat memenuhi kebutuhan pasien, kualitas pelayanan kesehatan tersebut dapat dikatakan baik. Pelayanan kesehatan melibatkan tidak hanya memberikan layanan untuk memenuhi kebutuhan pasien, tetapi juga memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi medis yang tinggi (Mukti, 2007). Evaluasi terus-menerus terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien perlu dilakukan untuk menilai apakah pelayanan yang berkualitas telah disediakan atau belum. Kumpulan penyakit yang bisa bermanifestasi di hampir seluruh organ dan jaringan tubuh saat sel berkembang biak secara tidak terkendali dan melampaui batas normalnya, serta dapat menyebar ke organ atau jaringan lain, disebut dengan kanker. Sel kanker bersifat ganas mempunyai kemampuan menyerang serta merusak fungsi jaringan di sekitarnya. Kanker merupakan penyebab kedua kematian terbanyak di seluruh dunia, diperkirakan sebanyak 9.6 juta kematian (World Health Organization, 2023). Menurut data yang disampaikan dalam laporan Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2020, terdapat 396.914 kasus kanker baru serta 234.511 kasus kematian yang disebabkan oleh kanker. Perempuan di Indonesia memiliki risiko tinggi terkena kanker payudara dan leher rahim, sementara pada laki-laki lebih rentan terkena kanker paru-paru serta kolorektal. Di Indonesia, angka kejadian penyakit kanker ada di peringkat kedelapan di wilayah Asia Tenggara, dengan insiden sekitar 136,2 kasus/100.000 penduduk. Berdasar pada data Riskesdas, tingkat insiden kanker di Indonesia naik dari 1,4/1.000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79/1.000 penduduk di tahun 2018 (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Pelayanan kanker terpadu merupakan pelayanan kanker lengkap mulai dari diagnostik awal, pengobatan sampai penatalaksanaan pasca operasi. Pelayanan kanker terpadu di RSUD Dr. Moewardi dikhususkan pada gedung Tulip Radiologi Nuklir dan Onkologi yang terdiri atas 9 lantai. Pada tanggal 11 Juli 2023, gedung ini resmi diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan akan digunakan untuk pelayanan rawat inap, rawat jalan, serta terapi radiologi nuklir dan onkologi. Fasilitas ini akan memberikan pelayanan yang terpadu kepada pasien kanker, dimulai dari tahap awal oleh tim dokter spesialis, yang diharapkan akan menghemat waktu, menyederhanakan proses administratif, dan mengurangi pengeluaran biaya yang perlu dibayarkan oleh pasien. Hal ini juga akan membantu dalam penanganan kanker pada tahap yang lebih dini, dengan harapan bahwa tingkat kelangsungan hidup pasien dapat ditingkatkan. Deteksi dan diagnosis kanker sejak dini dapat membantu perawatan pasien secara medis dan meningkatkan peluang keberhasilan pasien. RSUD Dr. Moewardi menyediakan layanan diagnosis kanker menggunakan rontgen, CT-Scan, ultrasound dan magnetic resonance imaging. Terdapat dua pelayanan kanker terpadu di RSUD Dr. Moewardi yaitu radioterapi dan kemoterapi. Pelayanan radioterapi merupakan pelayanan medik spesialistis berupa upaya pemberian pengobatan dengan menggunakan sinar pengion yang ditujukan pada kasus keganasan (kanker) dan non kanker. Teknologi pelayanan radioterapi yang tersedia di RSUD Dr. Moewardi meliputi simulator konvensional (HMD-1A), telecobalt 60 unit dan afterloading brakhiterapi. Pelayanan kemoterapi melibatkan penggunaan obat-obatan, baik dalam bentuk tablet atau melalui infus intravena, dengan tujuan membunuh atau menghambat pertumbuhan sel kanker. Obat-obatan kemoterapi bekerja dengan mengincar dan menghancurkan sel-sel kanker yang berkembang atau membelah dengan cepat. Berbeda dari terapi radiasi dan tindakan pembedahan, pelayanan kemoterapi dikhususkan untuk pasien kanker secara khusus. Pelayanan kemoterapi One Day Care (ODC) merupakan salah satu bentuk pembaruan pelayanan medis kanker terpadu di RSUD Dr. Moewardi dimana pasien kanker mendatangi unit kemoterapi dengan tujuan untuk melakukan kemoterapi selama beberapa jam kemudian pasien diperbolehkan pulang apabila kondisinya bagus. Pelayanan ODC ini memfasilitasi pasien kemoterapi untuk dirawat di dalam recovery room tanpa memerlukan ruang rawat inap sehingga waktu dan biaya menjadi lebih efisien serta memperkecil risiko infeksi nosokomial di rumah sakit. Pasien kanker diketahui lebih menyukai kemoterapi oral dibandingkan intravena karena tidak memerlukan kunjungan ke rumah sakit untuk rawat inap, namun berbagai penelitian melaporkan tingkat kepatuhan pasien kanker dengan kemoterapi oral yang rendah. Pelayanan kemoterapi ODC ini merupakan suatu bentuk pembaruan yang dapat dijadikan alternatif dan meningkatkan kepatuhan pasien kanker kemoterapi intravena. Pelayanan kemoterapi ODC dilakukan pada lantai 4 gedung Tulip Radiologi Nuklir dan Onkologi. Data melaporkan terdapat 535 pasien kemoterapi ODC selama bulan Agustus 2023 yang terdiri atas 390 pasien perempuan dan 145 pasien laki-laki. Diagnosis kanker terbanyak pada pasien kemoterapi ODC ini meliputi kanker payudara, kanker rektum, kanker kolon, kanker buli dan Non-Hodgkin Lymphoma (NHL). Data melaporkan kelompok umur pasien kanker pada pelayanan kemoterapi ODC terbanyak berumur 51-60 tahun dan sebagian besar pasien datang mandiri, seorang diri karena telah memahami alur pelayanan dari kemoterapi (Data primer, 2023). Kepatuhan terhadap pengobatan kanker sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keberlangsungan hidup mereka (Winterhalder et al., 2011). Kepatuhan pasien kanker terhadap kemoterapi memerlukan upaya kolaboratif antara tenaga medis pemberi layanan dengan pasien mengenai tingkat kepatuhan dalam pengobatan sehari-hari seperti dosis, frekuensi, durasi kemoterapi dan penghentian terapi apabila terjadi efek samping kemoterapi (Bekalu et al., 2023). Kepatuhan pasien kanker tergolong rendah yaitu hanya 50% - 70% serta dipengaruhi oleh lima dimensi meliputi faktor (1) sosial dan ekonomi, (2) tim perawatan kesehatan, (3) terapi, (4) kondisi penyakit dan (5) pasien (Timmers et al., 2017). Penelitian Bekalu et al (2023) melaporkan tingkat kepatuhan pasien kemoterapi oral di Ethiopia cukup rendah (42.3%) dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, riwayat kanker di keluarga, penyakit komorbid, riwayat mengalami efek samping kemoterapi serta dukungan keluarga. Edukasi terhadap pasien dan keluarga mengenai penyakit kanker dan program kemoterapi sangat penting guna meningkatkan tingkat kepatuhan pasien Salah satu isu kesehatan yang rumit dan memiliki banyak aspek adalah ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Kepatuhan merujuk pada tingkat kepatuhan pasien terhadap petunjuk yang telah diberikan oleh tenaga medis dalam rangka pengobatan mereka. Kepatuhan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kepatuhan penuh (total compliance), yang mana pasien secara sungguh-sungguh mengikuti jadwal pengobatan yang telah ditentukan, dan kepatuhan yang kurang (non-compliance), di mana pasien tidak mengikuti jadwal pengobatan yang telah ditentukan. Selama masa pengobatan, pasien dapat secara disengaja maupun tidak sengaja tidak mematuhi rekomendasi pengobatan (Timmers et al., 2017). Kepatuhan pasien dipengaruhi beberapa faktor seperti sosialisasi di masyarakat, keluarga, serta tingkat religiusitas (Dewi, 2020). Masalah ketidakpatuhan pasien dalam menjalani kemoterapi sesuai jadwal yang telah ditetapkan ialah salah satu masalah yang sering ditemukan ketika pasien yang sudah memiliki jadwal kemoterapi tidak datang dikarenakan dengan berbagai alasan. Dampak dari ketidakpatuhan selama perawatan kanker dapat mengakibatkan penurunan tingkat kelangsungan hidup, peningkatan risiko kambuhnya penyakit, dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan yang harus ditanggung oleh pasien (Birand et al., 2019). Kemanjuran dan kepatuhan berkelanjutan terhadap pengobatan dipengaruhi secara signifikan oleh dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga (Dewi, 2020). Tenaga medis juga memiliki tantangan sendiri dalam melakukan pelayanan, diantaranya adalah memastikan ulang kepatuhan pasien dalam masa pengobatan kanker (Schulz et al., 2019). Salah satu tolak ukur dalam keberhasilan memberikan kualitas pelayanan pasien adalah dengan melihat tingkat kepuasan pasien kemoterapi, dan mendorong pasien untuk menyelesaikan jadwal kemoterapi yang telah disusun sebelumnya. Pengukuran tingkat kepuasan dapat menghasilkan strategi yang optimal dalam memberikan pelayanan bagi pasien. Pasien kemoterapi sendiri umumnya menerima perawatan dalam jangka panjang dan berkesinambungan sehingga rumah sakit perlu mendengarkan setiap keluhan dan masukan dari pasien sebagai upaya meminimalisir ketidakpatuhan dari pasien kemoterapi (EL Marnissi et al., 2019). Jacobs et al (2016) melaporkan pasien kemoterapi oral yang puas terhadap pelayanan kemoterapi memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi juga. Peningkatan kualitas hidup juga dilaporkan pada pasien kanker dengan kemoterapi oral yang puas apabila dilibatkan dalam pengambilan keputusan mengenai penyakit mereka, mengetahui dengan jelas tentang penyakit dan tatalaksananya, bebas mengutarakan keluhan kepada pemberi layanan kesehatan serta adanya rasa percaya pada tenaga medis. Penelitian mengenai kepatuhan dan kepuasan pasien kanker kemoterapi one day care saat ini masih sangat terbatas dan memiliki hasil yang tidak konsisten pada masing-masing faktor yang diduga mempengaruhi tingkat kepuasan dan tingkat kepatuhan pasien. Dengan berlandaskan pada latar belakang diatas, maka penulis akan memusatkan perhatian penelitian pada relasi umur, jenis kelamin, status pendidikan dan jenis kanker terhadap tingkat kepuasan pelayanan dan tingkat kepatuhan pasien kanker pada layanan kemoterapi one day care di RSUD Dr. Moewardi.