Pelvis merupakan suatu organ yang berfungsi sebagai dasar atau penopang dari rongga abdomen. Pelvis juga berfungsi sebagai penghubung antara columna vertebralis dengan ekstremitas bagian bawah. Pelvis tersusun dari emapat tulang, yaitu dua hip bones, satu sacrum, dan satu coccyx. Superior sacrum bersendi dengan vertebrae lumbalis lima membentuk lumbosacral joint. Iliaca bersendi di bagain posterior dengan sacrum membentuk sacroiliaca joint. Salah satu indikasi dari pemeriksaan radiografi pelvis yaitu fraktur (Lampignano and Kendrick, 2018). Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas struktural korteks tulang dengan derajat cedera pada jaringan lunak disekitarnya yang sering disebabkan oleh trauma, penyakit degenerative serta dapat juga disebabkan karena faktor patologis lainnya. Salah satu tulang yang dapat mengalami fraktur ialah pelvis. Fraktur pelvis merupakan cedera dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Tingkat keparahannya bisa bervariasi, mulai dari cedera ringan seperti nyeri, hingga cedera parah yang dapat mengakibatkan kematian (Dusak dkk, 2019). Patah tulang panggul secara luas dianggap sebagai salah satu lesi yang paling kompleks dan fatal, menyumbang 2-8% dari seluruh cedera tulang. Angka kejadian trauma panggul semakin meningkat karena tingginya angka kecelakaan lalu lintas melibatkan pejalan kaki, pengendara sepeda motor, dan pengendara sepeda. Penyebab lain dari trauma panggul adalah kecelakaan kerja dan olahraga. Dalam kasus trauma tumpul berenergi
tinggi, usia rata-rata terjadinya patah tulang panggul adalah antara 30 dan 50 tahun. Pada trauma tumpul berenergi tinggi, fraktur cincin panggul jarang terjadi secara terpisah, namun mereka sering dikaitkan dengan cedera pada organ lain: otak, paru-paru, limpa, hati, ginjal, tulang panjang, dan aorta toraks. Angka kematian keseluruhan akibat trauma semacam ini adalah 516%, dan ini terkait dengan ketidakstabilan hemodinamik, sepsis, dan kegagalan multiorgan. Untuk trauma berenergi rendah, usianya lebih tinggi (sekitar 65 tahun), dan angka kematiannya lebih rendah. Lesi ini biasanya disebabkan oleh kondisi osteopenik/osteoporosis tanpa gejala yang signifikan komplikasi atau lesi terkait (Leone dkk, 2022) Menurut teori (Lampignano and Kendrick 2018) terdapat beberapa proyeksi yang dapat digunakan pada pemeriksaan pelvis antara lain Antero Posterior (AP) supine sebagai pemeriksaan rutin. Selain itu, terdapat proyeksi modifikasi Antero Posterior (AP) Bilateral Frogleg, AP Axial Inlet, AP Axial Outlet, Right Posterior Oblique (RPO) serta Left Posterior Oblique (LPO) dengan posisi pasien supine diatas meja pemeriksaan dan kaset diletakkan di bawah meja pemeriksaan. Tujuan dari proyeksi Ap yaitu untuk memperlihatkan keseluruhan dari pelvis, memperlihatkan fraktur pada pelvis, dislokasi, penyakit degenerative serta lesi pada tulang. Tujuan dari proyeksi Ap Bilateral Frogleg yaitu untuk memperlihatkan hip nontrauma serta memperlihatkan perkembangan dysplasia dari hip atau biasa dikenal sebagai congential hip dislocation (CDH). Tujuan dari proyeksi AP Axial Inlet yaitu memperlihatkan trauma pada daerah pelvis posterior displacement rotasi kedalam atau keluar dari pelvis anterior. Tujuan proyeksi AP Axial Outlet yaitu memperlihatkan pubis bilateral dan ischia pada trauma pelvis untuk fraktur dan dislokasi. Proyeksi RPO dan LPO umumnya digunakan sebagai perbandingan untuk melihat posterior acetabulum dan foramen obturator. Menurut Rasad (2018) untuk pemeriksaan pelvis dengan suspek fraktur harus dibuat dua foto tulang yang saling berkaitan. Sebaiknya menggunakan proyeksi Antero Posterior (AP) dan lateral. Namun, apabila salah satu proyeksi tidak dapat dapat dilakukan karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan, maka diperlukan tambahan proyeksi khusus yaitu proyeksi Axial. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di Instalasi radiologi RSUD Dr. Moewardi pada pemeriksaan radiografi pelvis dengan suspek fraktur dilakukan dengan proyeksi proyeksi AP, Inlet, dan Outlet. Hal tersebut dilakukan sesuai denga lembar permintaan pemeriksaan. Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan atau bucky table dengan menggunakan kaset Digital Radiography (DR) ukuran 35 x 35 cm yang diletakkan di bawah meja pemeriksaan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai prosedur pemeriksaan radiografi pelvis pada laporan kasus untuk tugas akhir yang berjudul “prosedur pemeriksaan radiografi pelvis dengan suspek fraktur di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi”.