Penyakit kardiovaskuler salah satunya yaitu gagal jantung kongestif. Gagal jantung kongestif adalah ketika salah satu atau dua bagian jantung tidak mampu memompa darah nyang diakibatkan karena adanya gangguan dan pembendungan aliran darah dalam jantung sehingga akan menimbulkan tanda dan gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru seperti nyeri, sesak nafas, dan intolerasi. Berdasarkan Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018, prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter diperkirakan sebesar 1,5% atau sekitar 29.550 orang. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal jantung kongestif meliputi: dyspnea, ortopnea, dyspnea deffort, dan Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND), edema paru, asites, pitting edema, berat badan meningkat, dan bahkan dapat muncul syok kardiogenik. Pada pasien gagal jantung kongestif dapat terjadi berbagai gangguan salah satunya gangguan pola nafas yang ditandai dengan sesak nafas. Keluhan sesak nafas (dispnea) dapat disebabkan oleh peningkatan darah dan cairan dalam paru-paru yang membuat napas menjadi berat. Upaya penanganan yang dapat dilakukan perawat meliputi farmakologi dan non farmakologi salah satunya yaitu pemberian posisi semi fowler untuk untuk menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru-paru yang maksimal, serta untuk mengatasi kerusakan gas yang berhubungan dengan perubahan membran alveolus sehingga mengurangi sesak. Sesak napas apabila tidak segera ditangani berisiko menurunkan cara kerja jantung sehingga berefek pada eksaserbasi atau perburukan akut kongestif jantung, menimbulkan komplikasi atau kerusakan pada berbagai organ tubuh seperti edema paru, dan bisa berakibat kematian. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengaplikasikan prosedur pemberian posisi semi fowler pada pasien gagal jantung kongestif dengan harapan sesak nafas pada pasien gagal jantung kongestif teratasi.