Buku Peran Vitamin D pada Urtikaria membahas peran potensial vitamin D dalam tatalaksana urtikaria, yaitu kelainan kulit transien yang ditandai dengan munculnya urtika dan/atau angioedema akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga sangat memengaruhi kualitas hidup penderita, seperti gangguan tidur, penurunan kesejahteraan fisik dan emosional, serta berhubungan erat dengan komorbiditas psikiatri.
Menurut Korean Academy of Asthma, Allergy and Clinical Immunology (KAAACI) dan Korean Dermatological Association (KDA), sekitar 50% pasien Chronic Spontaneous Urticaria (CSU) tetap menunjukkan gejala meskipun telah mendapatkan pengobatan dengan antihistamin H1 sesuai dosis yang direkomendasikan. Hal ini menunjukkan perlunya terapi adjuvan yang lebih aman, efektif, dan terjangkau dalam penatalaksanaan urtikaria.
Vitamin D dikenal sebagai salah satu antioksidan dan prekursor hormon steroid alami yang memiliki peran penting dalam metabolisme kalsium dan fosfor. Selain itu, vitamin D juga berperan dalam mengatur sistem imun dan telah dikaitkan dengan beberapa penyakit kulit, termasuk urtikaria. Dalam konteks patogenesis urtikaria, vitamin D berperan melalui berbagai mekanisme imunologis, seperti menghambat aktivasi jalur Th1 dan Th17 yang berkontribusi terhadap proses autoimun dan inflamasi. Vitamin D juga meningkatkan produksi IL-4 yang mengaktifkan jalur Th2, sehingga menciptakan keseimbangan antara jalur Th1 dan Th2.
Selain itu, vitamin D meningkatkan ekspresi reseptor vitamin D (Vitamin D Receptor atau VDR) pada permukaan sel mast, sehingga memaksimalkan respons imun yang lebih terkontrol. Vitamin ini juga berperan dalam mengurangi aktivitas eosinofil, meningkatkan stabilitas sel mast, serta menghambat degranulasi sel mast yang berkontribusi terhadap timbulnya gejala urtikaria. Vitamin D turut menghambat efek inflamasi IL-33, menekan proliferasi dan maturasi sel limfosit B, serta mengurangi produksi imunoglobulin seperti IgE, IgM, dan IgG. Selain itu, aktivasi sel mast melalui IgE dapat ditekan, sementara stimulasi sel T regulatori (Treg) oleh vitamin D meningkatkan produksi sitokin antiinflamasi. Mekanisme ini secara keseluruhan berkontribusi dalam menekan produksi sitokin proinflamasi dan kemokin yang berperan dalam proses inflamasi urtikaria.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D dalam jangka waktu tertentu dapat menurunkan konsentrasi sitokin proinflamasi, meredakan gejala urtikaria yang diukur melalui penurunan skor Urticaria Severity Score (USS), penurunan kebutuhan pengobatan, serta perbaikan skor kualitas hidup pasien (Chronic Urticaria Quality of Life Questionnaire atau CU-Q2OL). Meskipun demikian, hingga saat ini belum tersedia pedoman standar terkait dosis, durasi, serta efektivitas jangka panjang penggunaan vitamin D dalam tatalaksana urtikaria. Oleh sebab itu, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan efektivitas, efikasi, dan keamanan suplementasi vitamin D sebagai terapi tambahan pada pasien urtikaria.