Pada akhir Desember 2019 lalu, dunia digemparkan oleh suatu penyakit menular temuan baru yang pertama kali dilaporkan di pasar ikan Wuhan, China yang saat itu dikenal dengan 2019-ncov (2019 novel coronavirus) dan sekarang menjadi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019). Penyakit ini telah menjadi momok di segala penjuru dunia karena virus ini menyebar dengan cepat antar manusia di berbagai negara (Susilo et al., 2020). WHO (2021) mengatakan, varian virus jenis SARS-CoV-2 ini merupakan virus zoonis yang ditularkan dari hewan ke manusia. Kini telah bermutasi menjadi beberapa varian (Parwanto, 2021). Virus ini bertransmisi melalui kontak erat secara langsung, droplet, udara, benda kontaminan, ataupun lainnya. Di Indonesia, kasus terkonfirmasi sudah mencapai angka 4.708.043 dan 144.958 angka kematian per 11 Februari 2022 (Satgas COVID-19, 2022). Gejala COVID-19 diklasifikasikan menjadi beberapa menurut tingkat keparahannya, antara lain gejala ringan, sedang, berat, dan kritis (Yuliana, 2020). Gejala awal yang ditimbulkan saat seseorang terinfeksi COVID-19 antara lain demam, fatigue, batuk, sesak, nyeri tenggorok, bahkan hilang penciuman (Levani et al., 2021). Ibu hamil menjadi kategori kelompok rentan terinfeksi virus SARS-CoV-2 yang bermanifestasi menjadi kegawatdaruratan. Meskipun begitu sampai saat ini belum didapatkan adanya bukti penularan ibu ke janin (Nurdamayanti et al., 2020). Namun, pada penelitian Nasriyah et al., (2021) tidak membenarkan bahwa ibu hamil menjadi kelompok rentan terkena virus SARS-CoV-2. Gejala klinis yang terjadi pada ibu hamil yang terinfeksi COVID-19 sama seperti gejala COVID-19 pada umumnya, seperti demam, batuk, fatigue (Nurdamayanti et al., 2020). Kondisi fisiologis wanita saat terjadi kehamilan mengalami perubahan. Saat terjadi adanya perubahan fisiologis, akan memberikan efek negative terhadap sistem imunitas tubuh (Rohmah and Nurdianto, 2020). Ketika terjadi penurunan imunitas dan pada beberapa ibu hamil yang memiliki suatu komorbid, akan menambah turunnya kondisi tubuh. Saat kondisi tubuh mulai menurun, tubuh akan lebih mudah terinfeksi suatu penyakit. Sama halnya dengan meningkatnya risiko infeksi COVID-19 (Rohmah and Nurdianto, 2020). Beberapa komplikasi dan kegawatan pada kehamilan terkait COVID-19 telah dilaporkan, meliputi ketuban pecah dini, kelahiran prematur, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada bayi yang dilahirkan, bahkan pada suatu keadan yang fatal yaitu kematian janin ataupun bayi baru lahir (Nurdamayanti et al., 2020).Kematian bayi merupakan bentuk komplikasi akhir yang mungkin disebabkan komplikasi sebelumnya. Kematian bayi yang disebutkan pada penelitian sebelumnya Nurdamayanti et al., (2020) merupakan suatu bentuk manifestasi klinis yang berat hingga kritis pada bayi yang telah menyerang sistem pernapasan. Pada penelitian itu dijelaskan bahwa ibu dari bayi yang meninggal dunia tersebut dalam keadaan kritis dengan bantuan ventilator. Kematian bayi berdasarkan data (Kemenkes RI, 2019) tercatat sebanyak 26.000 dengan presentase kematian neonatus 69%. Akibat adanya pandemi COVID-19, angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2020 hingga 28.158 dan sekitar 72% terjadi pada masa neonatus Kemenkes RI, (2020). Sampai sekarang, masih dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab dan cara transmisi tersebut karena minimnya literatur dan publikasi. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang derajat keparahan COVID-19 pada ibu hamil terhadap jumlah kematian neonatus.